00:00
Kamis,
01/09/2016 tertera di pojok kiri bawah notebookku. Masih terasa euporia hari
kemerdekaan dan Dies Natalis kampusku, juga momen PIMNAS di IPB yang baru saja
kuikuti daaaan Astagaaaaaaa, sekarang sudah masuk September? Apakah bumi
berputar dua kali lipat lebih cepat dari biasanya? Atau ini efek dari skripsi
sweetku? Haha Entahlah :)
Tak pernah sebelumnya aku berpikir akan
setelat ini menyelesaikan studi. Sungguh, ini diluar ekspektasi, tak sesuai perencanaan.
Target untuk wisuda bulan Agustus nyatanya tak berhasil aku raih. Lagi-lagi aku
gagal!.
Menjadi kaum minoritas ternyata
menyedihkan juga. Jika kalian ingin tahu seberapa menyedihkannya, baik akan aku
jelaskan sekarang!
Coba bayangkan disaat Mereka (baca :
teman seangkatan) sibuk membicarakan persiapan wisuda seperti baju apa yang
akan dikenakan, gladi tempat duduk, hingga sibuknya mempersiapkan malam ramah
tamah, sementara aku? Saat itu, aku masih setia mententeng skripsi revisi dan
menunggu penguji. Aku ingat betul waktu itu hari jum’at. Menunggu berjam-jam di
fakultas, sampai-sampai menahan lapar bahkan saking takutnya kehilangan jejak
penguji, mataku fokus melihat ke arah pintu tempat bapak menguji. Hingga, Alhamdulillah aku akhirnya mendapatkan kesempatan emas itu.
Yah, kesempatan untuk konsultasi skripsi. Konsul hari itu cukup lama juga, dari
jam stengah 11 pagi hingga pukul 04 sore, hanya break sholat jum’at .
Sumber : Google
Hari itu, sebenarnya aku sangat
berharap bisa ACC, karena sebetulnya pada
konsul sebelumnya permasalahannya tinggal 1 yakni sampel dan itu telah selesai
kurevisi . Tapi ternyata? Selesai revisi yang satu, timbul lagi revisi lainnya.
Yah revisi bertambah lagi, lagi, dan lagi. Entah bapak lupa waktu aku konsul
terakhir atau seperti apa. Kata media dan permainan di judul skripsiku
tiba-tiba disuruh hapus, lembar demi lembar diperhatikan dengan teliti. Dan
hasilnya? Luar biasaaaa. Luar biasaaa banyak revisinya. Mulai dari latar
belakang yang belum menggigit, kajian
pustaka yang berantakan, hingga analisis data yang harus kuhitung manual dan
tentu saja mencari bukunya.
Mengenai latar belakang? aku sempat
berdebat ringan dengan beliau di bagian ini. Pasalnya, beliau mengatakan PKN di
SD pada kelas 4-6 diajar oleh guru bidang studi, bukan guru kelas. Jelas itu
tidak sesuai dengan pemahamanku, karena yang kupahami selama ini, di SD, PKN diajar oleh
guru kelas bukan guru bidang studi. Aku menambahkan bahwa di SD dari kelas 1-6
diajar oleh guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Penjas, Agama, atau Bahasa
Inggris biasanya diajar oleh guru bidang studi. Tapi beliau belum menerima
penjelasanku, dan bahkan mengintruksikan untuk ke pengawas sekolah dan mengambil data, katanya observasi itu harus
melibatkan ahli bukan hanya peneliti.
Karena latar belakang belum menggigit,
otomatis harus direvisi kembali dan melampirkan lembar observasi, format
wawancara, serta dokumentasi observasi. Kalau ini saya sepakat Pak.
Kajian pustaka yang berantakan? Waw ini
juga yang luar biasa. Setiap topik harus diberikan pengantar di awal, tidak
boleh langsung mengutarakan pendapat. Kalau ini sebenarnya sudah kupahami,
hanya saja skripsiku sudah direvisi berkali-kali, ada yang disuruh tambah, ada yang dihilangkan,
and than revisi kali ini aku lupa memberikan pengantar. Selanjutnya, pada saat
kita mengemukakan pendapat si A, si B, atau Si C, kita tidak boleh langsung
mengutarakannya, harus ada pengantar yang mengantarai antar pendapat (semoga
pembaca mengerti), biasanya untuk berpindah dari pendapat si A ke pendapat si
B, aku hanya sering menggunakan kata “sejalan dengan itu”, “sementara itu”,
“selain itu”, “dengan maksud yang sama”, “lain halnya”, “adapun”, tapi bapak
menyuruh saya untuk memberikan pengantar bukan hanya dengan menggunakan kata
hubung di atas, tapi lebih dari itu kita mengkajinya, menganalisis, memberikan
pendapat lalu menyambungkan tiap pendapat tersebut dan jangan lupa untuk
memberikan kesimpulan di akhir setelah mengutip pendapat ahli. Kalau soal
menyimpulkan di akhir aku sudah menerapkannya, hanya saja ternyata aku masih
kecolongan juga, masih ada beberapa topik yang lupa kusimpulkan.
Analisis data di hitung manual? Nah ini
yang lumayan menyita pikiran. Hitung manual statistik non parametrik Mann
Whitney, dan sumbernya harus dari buku? Wah luar biasa.
Satu per satu seniorku kuhubungi, dan Alhamdulillah
setidaknya sudah ada titik terang (sedikit) hehe, katanya hitung manual Mann
Whitney ada di buku sebaran statistika. Ahh, semoga saja dapat bukunya.
Tak usah tanyakan bagaimana perasaanku
saat ditanya ”kenapa lama sekali belum selesai? Apanyapi kah?” Enteng sekali
mereka mengatakannya, tapi aku juga tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Toh,
sudah waktunya memang mereka menanyakan itu. Justru kalau mereka bertanya itu
artinya mereka peduli. Bukankah begitu?
Ayah,
Ibu juga tak henti menelpon dan menanyakan hal yang sama. Tak jarang aku mendengar
mereka marah-marah dibalik suara telpon. Nampaknya mereka mulai khawatir.
Kata orang, salah satu kebahagiaan
terbesar bagi orang tua adalah melihat anaknya sarjana. Aku sangat paham dengan
hal itu. Ayah Ibu, maafkan putri kalian yang telah banyak mengecewakan yah. Daripada
marah-marah lebih baik kalian mendoakan, semoga putri kalian bisa menghadiahkan
kado sarjana di bulan Desember.
“Manusia hanya bisa berencana, Allah yang menentukan”
Pada akhirnya Allahlah yang menentukan, karena manusia hanya bisa berencana. Tugas kita hanyalah berusaha semaksimal mungkin dan tentu saja dibarengi dengan doa.
Komentar
Posting Komentar